Pada awal
prasejarah kemampuan manusia masih terbatas, baik keterbatasan pada peralatan
maupun keterbatasan pemikiran. Keterbatasan peralatan menyebabkan pengamatan
menjadi kurang seksama, dan cara berpikir yang sederhana menyebabkan hasil
pemecahan masalah menghasilkan kesimpulan yang kurang tepat.
Untuk menjawab keingintahuan tentang alam, manusia
menciptakan mitos. Mitos merupakan cerita yang dibuat-buat atau dongeng yang
pada umumnya menyangkut tokoh kuno, seperti dewa atau manusia perkasa, yang ada
kaitannya dengan apa yang terdpat di alam.
Secara garis besar dapat dibedakan menjadi 3 macam
mitos, yaitu mitos sebenarnya, cerita rakyat, da legenda. Dalam mitos manusia
berusaha dengan sungguh-sungguh dan dengan imajinasinya menerangkan gejala alam
yang ada, namun belum tepat karena kurangnya pengetahuan, sehingga orang
mengaitkannya dengan seorang tokoh atau dewa.
Mitos yang merupakan cerita rakyat adalah usaha
manusia mengisahkan peristiwa penting yang menyangkut kehidupan masyarakat,
biasanya juga disampaikan melalui mulut ke mulut sehingga sulit di periksa.
Dalam mitos sebagai legenda, dikemukakan tentang
seorang tokoh yang dikaitkan dengan terjadinya suatu daerah.
Pada
masa prasejarah tersebut, mitos dapat diterima dan dipercaya kebenarannya
karena:
1.
Keterbatasan
pengetahuan yang disebabkan karena keterbatasan pengindraan, baik langsung
maupun dengan alat.
2.
Keterbatasan penalaran
manusia pada masa itu
3.
Hasrat ingin tahunya
terpenuhi
Karena kemampuan
berfikir manusia semakin maju dan disertai pula dengan perlengkapan pengamatan
yang makin membaik, mitos dengan berbagai legendanya mulai ditinggalkan. Orang
mulai menggunakan akal sehat serta rasionya untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang
alam.
Penalaran
Penalaran adalah
suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan, atau proses mental dalam
mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip.
Ada dua macam
penalaran, yaitu:
1.
Penalaran Deduktif
(Rasionalisme)
·
Cara berpikir dimana
dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
·
Menggunakan pola
berpikir silogisme/silogismus, yang terdiri dari 2 buah pernyataan/premis
(mayor dan minor) dan sebuah kesimpulan/ konklusi.
·
Semua makhluk hidup
bernafas (premis mayor)
Endang adalah makhluk hidup (premis minor)
Jadi, Endang bernafas (kesimpulan)
Masalah : kesulitan menilai kebenaran premis –
premis yang digunakan.
Kelemahan : penalaran yang digunakan bersifat
abstrak, lepas dari pengalaman, tanpa ada kesepakatan yang dapat diterima semua
pihak, dan kesulitan merupakan konsep rasional pada kehidupan praktis.
Contoh penalaran deduktif yang salah:
-
Semua orang yang
tertawa pasti gembira (premis mayor)
-
Orang gila itu tertawa
(premis minor)
-
Jadi, orang gila itu
gembira (kesimpulan)
2.
Penalaran Induktif
o Cara
berpikir dimana suatu kesimpulan yang bersifat umum diperoleh dari pengalaman
berbagai kasus/ gejala yang bersifat khusu/individual.
o Paham
ini menganggap pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang diperoleh
langsung dari pengalaman konkrit.
o Gejala
alam bersifat konkrit dan dapat ditangkap panca indera manusia.
Contoh : besi bila dipanasi bertambah panjang,
tembaga bila dipanasi bertambah panjang, alumunium bila dipanasi bertambah
panjang, maka kesimpulannya semua logam bila dipanasi bertambah panjang.
Masalah : sekumpulan fakta/gejala/kasus belum tentu
bersifat konsisten, bahkan mungkin kontradiktif.
Kelemahan : fakta yang nampaknya berkaitan belum
dapat menjamin tersusunnya pengetahuan yang sistematis, batasan yang dimaksud
pengalaman (stimulus pengalamana atau persepsi), kemampuan panca indera manusia
terbatas dan tidak dapat diandalkan.
Contoh penalaran induktif yang salah : Ani
telinganya lebar, ia pintar. Agung telinganya lebar, ia pintar. Jadi, semua
yang memiliki telinga lebar pasti pintar.
Munculnya
Ilmu Pengetahuan
Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah
dalam bentuk yang paling sempurna dari ciptaan-Nya yang lain. Manusia
dilengkapi akal, nafsu, dan emosi serta panca indra yang dapat memberikan
terhadap semua rangsangan, termasuk gejala alam semesta ini. Tanggapan terhadap
peristiwa alam tersebut merupakan suatu pengalaman.
Akal dan emosi menanggapi pengalaman tersebut dari
zaman-kezaman yang akhirnya menimbulkan rasa ingin tahu terhadap segala hal
yang ada di dunia ini. Pengalaman tersebut merupakan salah satu sebab
terjadinya pengetahuan, dan pengetahuan tersebut mengumpulkan fakta-fakta.
Pengalaman itu akan bertambah terus mengikuti pola pikir manusia yang memiliki
rasa ingin tahu dan mewariskan pada generasi penerusnya.
Faktor yang mendorong pertambahan pengetahuan pertama. Didorong
rasa ingin tahu. Kedua,dorongan untuk memuaskan diri untuk memahami
hakikat alam semesta. Ketiaga, dorongan praktis, yang
memanfaatkan pengetahuan untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Ketiga
dorongan itu menuju ilmu pengetahuan.
Suatu
pola pikir yang lebih maju dari mitos adalah penggabungan antara pengamatan,
pengalaman dan akal sehat, logika atau rasional. Oleh karena itu berkembanglah
faham “rasionalisme,” yaitu pertanyaan akan dijawab dengan logika atau hal-hal
yang masuk akal. Lebih lanjut dikenal dengan “metode deduksi” yaitu penarikan
suatu kesimpulan didasarkan pada sesuatu yang bersifat umum menuju kepada yang
khusus. Sedangkan “metode induksi” merupakan dasar dari perkembangan metode
ilmiah sekarang yang intinya adalah bahwa pengambilan kesimpulan dilakukan
berdasarkan data pengamatan atau eksperimentasi yang diperoleh. Untuk melakukan
eksperimen maka manusia perlu menciptakan alat Bantu atau instrumentasi
pengamatan. Peralatan instrumentasi yang tercipta akan berkembang menjadi lebih
sempurna dan bahkan dimungkinkan pengembangannya menjadi peralatan produksi
atau industri. Metode ini kemungkinan dapat dipengaruhi oleh alat pendukung
pengamatan yang digunakan. Semakin canggih alat yang digunakan maka akurasi
datanya semakin tinggi dan memungkinkan penarikan kesimpulannya juga akan lebih
tajam.
Berlandaskan pada pengetahuan
tentang beberapa rahasia alam yang diperolehnya, manusia kemudian berusaha
untuk menguasai dan memanfaatkan pengetahuannya untuk memperbaiki kualitas dan
pemenuhan kebutuhan hidupnya. Berdasarkan hal itulah mulailah dikembangkan
pengetahuan praktis yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kehidupan sosialnya.
Pengetahuan ini selanjutnya disebut sebagai teknologi yang merupakan penerapan
IPA dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan teknologi, produksi dan industri
secara tidak langsung akan diikuti dengan perubahan pola hidup manusia.
Perubahan ini juga semakin mendorong rasa ingin tahu manusia ke arah yang lebih
kompleks. Dengan demikian manusia akan terus berusaha mengetahui segala rahasia
alam semesta yang belum terungkap
SYARAT ILMU PENGETAHUAN
Tidak semua pengetahuan disebut ilmu, sebab ilmu
merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat
tertentu. Syarat-sarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut
ilmu atau ilmiah, adalah:
a. Obyektif, artinya pengetahuan itu sesuai
dengan obyeknya, atau didukung metodik fakta empiris.
b. Metodik, artinya pengetahuan ilmiah itu
diperoleh dengan menggunakan cara-cara tertentu yang teratur dan terkontrol.
c. Sistematik, artinya pengetahuan ilmiah itu
tersusun dalam suatu system, tidak berdiri sendiri, satu dengan yang lain
saling berkaitan, saling menjelaskan, sehingga seluruhnya merupakan satu
kesatuan yang utuh.
d. Berlaku umum/ universal, artinya pengetahuan
itu tidak hanya berlaku atau dapat diamati oleh seseorang atau beberapa orang
saja, tetapi semua orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh
hasil yang sama atau konsisten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar